Akademiki Kampus Islam Bandung Paparkan Rintangan dan Kesempatan Hukum Islam Internasional
Akademiki Kampus Islam Bandung Paparkan Rintangan dan Kesempatan Hukum Islam Internasional
Hukum Islam belum jadi referensi khusus majelis hakim di Mahkamah Internasional dalam ranah menghakimi pelanggaran etika hukum internasional. Tetapi, di depan, ada kesempatan etika hukum Islam dipungut pada hukum internasional.
Istilah Hukum Internasional telah umum didengarkan warga internasional. Bahkan juga jadi hukum yang menguasai di ajang pertemanan https://upt-ptkk.com/ antara negara. Berbeda hal dengan Hukum Islam Internasional (HII), kemungkinan cuma beberapa orang yang ketahuinya exist di tengah-tengah Hukum Internasional yang terkenal. Dosen Fakultas Hukum Kampus Islam Bandung, Eka An Aqimuddin, menerangkan dengan simpel HII atau Siyar adalah etika yang atur jalinan di antara muslim dengan non muslim.
Salah satunya figur populer HII yaitu Al-Syaibani yang hidup di era kedelapan masehi. Sementara Hukum Internasional baru berkembang di era ke-14 dan pucuknya pada era ke-16 masehi. Siyar atau HII pada dasarnya adalah praktek saat nabi Muhammad S.A.W berhubungan dengan barisan non muslim. Secara pengertian, siyar adalah etika dan rutinitas yang diterapkan warga penganut agama Islam ke bukan Islam.
“Karena sisi dari syariah dalam fikih, karena itu sumber hukum HII yaitu Al-Quran dan Sunnah. Dan ijtihad dalam kerangka praktek yang diaplikasikan saat kekhalifahan Islam,” kata Eka An Aqimuddin dalam dialog di saluran Instagram Live bertopik “Kesempatan dan Rintangan dalam Implikasi dan Peningkatan Hukum Internasional Islam”, Kamis (2/5/2024).
Tetapi sesudah kekhalifahan Islam di Turki usai, setiap negara jadi merdeka dan punyai hukum lokal. Selanjutnya secara mandiri atur hubungan dengan negara lain. Hal tersebut jadi rintangan dalam praktek HII sampai saat ini. Rintangan yang lain ditemui HII ialah hukum internasional belum memberikan ruangan yang ideal. Sejauh ini hukum internasional mengeklaim mengangkat beberapa nilai universal, tetapi dirunut dari sejarahnya, ide, dan etika yang berjalan adalah peninggalan peradaban Eropa yang ditransmisi ke negara dunia ke-3 melalui kolonialisme.
Menurut Eka, salah satunya kurangnya ruangan yang diberi hukum internasional pada HII dapat disaksikan dari Mahkamah Internasional. Baiknya, majelis hakim di Mahkamah Internasional diputuskan berdasar mekanisme hukum sebagian besar yang berada di penjuru dunia.
Tetapi kenyataannya pemilihan hakim berdasar geografis, hingga bukan sebagai wakil mekanisme hukum tertentu. Sekalinya ada hakim yang memeluk agama islam, belum pasti memahami pada hukum Islam. Mengakibatkan saat tangani kasus internasional hukum Islam bukan referensi khusus Mahkamah, tetapi cuma untuk alternatif.Dosen Fakultas Hukum Kampus Islam Bandung, Eka An Aqimuddin, menerangkan dengan simpel HII atau Siyar adalah etika yang atur jalinan di antara muslim dengan non muslim.